Penata Tabuh: I Kadek Suryantara Asmara Putra, S.Sn., M.Sn (Dek Shaolin)
Koordinator: I Ketut Agus Angrama, S.Sn
Penanggungjawab: Penglingsir Pura Penataran Banjar Adat Wangsihan dan Kelian Banjar Adat Wangsihan
Dikisahkan dari “pacentokan” (bertanding mengadu kesaktian “kawisesan”) antara Ida Betara Manik Angkeran dengan Ida Pandita Sakti Telaga, di mana keduanya memiliki kesaktian yang sangat ditakuti. Ide Panditha Sakti Telaga pun menguji Ide Betara Manik Angkeran untuk membuktikan kesaktiannya yang katanya bisa membakar rumput yang terkena “Warih” (air kencing). Tantangan Ida Pandhita Sakti Telaga menyulut emosi Ida Betara Manik Angkeran sehinga disepakatilah oleh Ida Betara Manik Angkeran turun dari Pura Besakih untuk membuktikan kesaktiannya dengan memgambil lokasi di Desa Telaga Tawang, tepatnya di pura Taman sekarang.
Ida Betara Manik Angkeran pun datang dan dimintalah dirinya untuk membuktikan kesaktianya dengan mempersilahkan untuk “mewarih” atau kencing diatas rumput “Apabila benar setelah kencing rumput tersebut terbakar maka Ida Pandhita Sakti akan hormat terhadap beliau karena sesungguhnya Ide Pandhita Sakti Telaga juga memiliki kesaktian seperti itu,” Maka mulailah Ida Betara Manik Angkeran “mewarih” di atas rerumputan.
Namun, ternyata rumput yang dikencingi tersebut tidak terbukti terbakar atau hangus, sehingga Ida Pandhita Sakti Telaga mengejek “campah” Ida Betara Manik Angkeran ini kemudian menjadi cikal bakal dari nama Banjar Banyu Campah. Banyu artinya air yang sejatinya adalah air kencingnya Ida Betara Manik Angkeran, sedangkan campah berarti ketidakpercayaan Ida Pandhita Sakti Telaga karena kencingya Ida Betara Manik Angkeran tidak bisa menghanguskan rumput. Atas kekalahan tersebut Ida Betara Manik Angkeran akhirnya menggunakan kesaktiannya dengan menciptakan dua buah sumber mata air yang keruh dan bening. Mata air ini kemudian lebih dikenal dengan nama “Dua Bulakan Air”.
Kedua “Bulakan” atau mata air tersebut memiliki fungsi yang berbeda. Bulakan air keruh untuk melukat atau pelukatan pembersihan, sedangkan bulakan air jernih atau bening adalah untuk tirta saat dilaksanakan upacara dan lain-lain. Fenomena di atas merupakan sebuah sumber inspirasi bagi penata. Hal tersebut diimplementasikan serta ditransformasi ke dalam wujud karya tabuh instrumentalia. Dengan bahasa musikal beraliran garap tabuh pat lelambatan yang berjudul “TELAGA TAWANG”.