Komunitas Prapen Keris Batuan Pertontonkan Proses Menempa Keris Dalam Puncak Event Sahasra Warsa Batuan

Genggong merupakan sebuah alat musik tradisional yang berasal dari Bali. Alat musik ini merupakan salah satu instrumen getar yang sangat unik, sebab suara yang ditimbulkannya seperti memberi kesan mirip seperti suara katak sawah yang bersahut-sahutan ketika di malam hari. Keunikannya lainnya yang ada di alat musik ini adalah memanfaatkan rongga mulut orang yang membunyikannya sebagai resonator. Instrument genggong dipentaskan setiap hari selama event Sahasra Warsa Batuan, di Desa Batuan Kecamatan Sukawati, Gianyar. Alat musik Genggong ini merupakan alat musik tradisional yang semakin jarang dikenal orang. Selain itu alat musik ini juga sering dimainkan di acara-acara hiburan, seperti di dalam acara perkawinan maupun di dalam pertunjukan seni tari.Dalam perkembangannya, alat musik Genggong ini sudah sangat langka dan semakin jarang dikenal orang. Namun di Desa yang telah memiliki tradisi Genggong yang kuat, yaitu di Desa Batuan (Gianyar) alat musik Genggong masih sering dimainkan sebagai pengiring tarian tradisional, yaitu tari Kodok dan hanya sajian music instrumental.Videographer : Windu Swastika

Rangkaian Sahasra Warsa Batuan telah sampai di Lomba Tari Bapang Barong dan Makendang Tunggal yang bertajuk perang bintang.Putu Adi koordinator lomba bapang barong perang bintang menerangkan mengenai lomba bapang barong dan mekendang tunggal tersebut.Lomba ini berbeda dengan lomba bapang barong lainnya karena pada perlombaan ini mengangkat tema perang bintang karena yang mengikuti lomba untuk peserta yang akan tampil 9 peserta dan 9 peserta lomba mekendang tunggal dan tidak main main peserta yang mengikuti dari seluruh provinsi Bali.Videographer : Windu Swastika 

Tarian sakral Rejang Sutri dipentaskan secara massal di Jaba sisi Kelod Pura Desa lan Puseh Desa Adat Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar pada Redite Pon Julungwangi, Minggu (18/12) pukul 16.00 Wita. Tak main-main, tarian endemik ini diperagakan oleh 1.000 penari dari kalangan pemudi dan ibu PKK se Desa Batuan yang mengenakan setelan putih kuning. Angka 1.000 menjadi spesial dalam rangka memperingati Sahasra Warsa Batuan, 1.000 Tahun ditulisnya Prasasti Baturan (26 Desember 1022-26 Desember 2022). Pementasan ini berlangsung setiap malam di wantilan Pura Desa lan Puseh Desa Adat Batuan. Tradisi yang diwarisi secara turun temurun ini pantang ditiadakan. Termasuk dalam situasi pandemi Covid-19, pementasan tetap digelar dengan mentaati protokol kesehatan. Nyoman Megawan menjelaskan, Rejang Sutri diyakini sebagai penetralisir sasih gering yang ditandai dengan berjangkitnya berbagai macam penyakit. Cikal bakal dipentaskannya Rejang Sutri, diperkirakan bermula pada abad ke 17 sekira Tahun 1658. Reporter : NoviVideographer : Windu SwastikaArtikel selengkapnya : https://bit.ly/3V7NcHs

Dalam rangka memperingati 1.000 tahun atau Sahasra Warsa ditulisnya Prasasti Baturan, krama Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar, Bali merayakannya dengan pementasan tarian sakral Tari Rejang Sutri, Minggu 18 Desember 2022.Sahasra Warsa Batuan adalah rangkaian acara peringatan seribu tahun ditulisnya Prasasti Baturan. Prasasti Baturan adalah sebuah prasasti kuna yang hingga saat ini disucikan di Pura Puseh Desa Adat Batuan berangka tahun 944 Isaka atau 1022 Masehi yang dianugrahkan oleh Raja Bali ke X Srie Aji Marakata dalam 7 lembar lempengan tembaga yang bercerita tentang kehidupan.Tujuan utama dari rangkaian perayaan Sahasra Warsa Batuan adalah lebih kepada wujud syukur kepada Tuhan / Sang Hyang Widhi Wasa atas segala anugrah kebudayaan yang melimpah. Diakui maupun tidak, Sebagian besar masyarakat Batuan hidup dari sektor budaya. Pariwisata adalah bonus dari setiap upaya pelestarian budaya yang dilakukan. Hampir semua bidang kesenian di Batuan ada dan sangat banyak para perajin yang hingga saat ini masih berkarya. Selain itu, tujuan dari Sahasra Warsa Batuan adalah memberikan ruang ekspresi kepada setiap perajin/seniman dan masyarakat Batuan untuk berbahagia karena tanggung jawab pelestarian telah dilakukan oleh para leluhur kita hingga generasi kita.Videographer : Windu Swastika