Pesta Kesenian Bali - PKB XLIV 2022

Pesta Kesenian Bali - PKB XLIV 2022, TARI KREASI 'MEKEPUNG', Sanggar Ghora Yowana, Duta Kabupaten Jembrana

Senin, 27 Jun 2022

Pencipta : I Ketut Suwentra (1984) 
Pembina Tari : Pasek Adinatha 
Pembina Iringan : I Komang Diki Putra Sentana, S.Sn 
I Komang Bagas Arimbawa 
Penanggung Jawab : I Gede Satria Budi Utama, S.Sn.,M.Sn

Mekepung adalah istilah dalam bahasa Bali yang berarti lomba balap kerbau, sebuah tradisi kaum petani yang kini masih tetap hidup di daerah Jembrana. Ditarikan oleh tujuh orang penari putra putri, tarian ini menampilkan gerakan para penunggang kerbau dan gerak – gerak kerbau itu sendiri. Tari Kreasi Mekepung ini juga merupakan tari kreasi baru yang menggambarkan jalannya persiapan dan lomba balapan kerbau atau Mekepung.

video terkait

Pesta Kesenian Bali - PKB XLIV 2022, Parade Arja Klasik 'SWADARMANING SUPUTRA' Sekaa Arja Sari Dharma Kerti, Duta Kota Denpasar

Parade Arja Klasik, Sekaa Arja Sari Dharma Kerti, Banjar Lantang Bejuh, Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, Duta Kota Denpasar“SWADARMANING SUPUTRA”Diceritakan di kerajaan Swana Gangga tersebutlah dua bersaudara Galuh Diah Agra Manik dan adiknya Mantri Manis yang bernama Raden Wijaya Sena, ibu mereka telah tiada dan ayahnya pergi berguru sastra. Diceritakan di kerajaan Goa Maya, Prabu Sureng Rana (Mantri Buduh) belajar berguru sastra kepada Bhagawan Dharma Sakti. Prabu Sureng Rana belajar bersama sama dengan Liku yang bernama Diah Ulakesa. Setelah tamat belajar, Sang Prabu Sureng Rana ke Dharma Putra atau nyentana memperistri Diah Ulakesa dan dinobatkan menjadi raja di kerajaan Goa Maya. Sementara di kerajaan di kerajaan Swarna Gangga Mantri Manis berkeinginan mencari ayahnya yang sedang berguru sastra. Setelah bertemu dengan Mantri Buduh (ayahnya), Mantri Manis tidak diakui sebagai anak dan atas perintah Liku Dyah Ulakesa Mantri Manis dibunuh dan berita itupun sampai kepada Galuh Diah Agra Manik. Setelah Diah Agra Manik mengetahui adiknya telah dibunuh maka Diah Argra Manik dengan kesedihannya ingin mengkhiri hidupnya, tetapi dengan kedatangan Bhagawan Dharma Sakti yang memercikkan Tirta Sanjiwa (air kehidupan) akhirnya Raden Wijaya Sena hidup kembali dan ayahnya Prabu Surang Rana Akhirnya sadar dan mengakui Raden Sureng Rana sebagai anaknya.