Pesta Kesenian Bali - PKB XLIV 2022

Pesta Kesenian Bali - PKB XLIV 2022, Parade Arja Klasik 'SWADARMANING SUPUTRA' Sekaa Arja Sari Dharma Kerti, Duta Kota Denpasar

Parade Arja Klasik, Sekaa Arja Sari Dharma Kerti, Banjar Lantang Bejuh, Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, Duta Kota Denpasar“SWADARMANING SUPUTRA”Diceritakan di kerajaan Swana Gangga tersebutlah dua bersaudara Galuh Diah Agra Manik dan adiknya Mantri Manis yang bernama Raden Wijaya Sena, ibu mereka telah tiada dan ayahnya pergi berguru sastra. Diceritakan di kerajaan Goa Maya, Prabu Sureng Rana (Mantri Buduh) belajar berguru sastra kepada Bhagawan Dharma Sakti. Prabu Sureng Rana belajar bersama sama dengan Liku yang bernama Diah Ulakesa. Setelah tamat belajar, Sang Prabu Sureng Rana ke Dharma Putra atau nyentana memperistri Diah Ulakesa dan dinobatkan menjadi raja di kerajaan Goa Maya. Sementara di kerajaan di kerajaan Swarna Gangga Mantri Manis berkeinginan mencari ayahnya yang sedang berguru sastra. Setelah bertemu dengan Mantri Buduh (ayahnya), Mantri Manis tidak diakui sebagai anak dan atas perintah Liku Dyah Ulakesa Mantri Manis dibunuh dan berita itupun sampai kepada Galuh Diah Agra Manik. Setelah Diah Agra Manik mengetahui adiknya telah dibunuh maka Diah Argra Manik dengan kesedihannya ingin mengkhiri hidupnya, tetapi dengan kedatangan Bhagawan Dharma Sakti yang memercikkan Tirta Sanjiwa (air kehidupan) akhirnya Raden Wijaya Sena hidup kembali dan ayahnya Prabu Surang Rana Akhirnya sadar dan mengakui Raden Sureng Rana sebagai anaknya.

Pesta Kesenian Bali - PKB XLIV 2022, Calonarang 'Madri Duta', Sanggar Seni Calonarang (GABOS) Desa Bongkasa Badung

Pada masa kejayaan Prabu Erlangga sebagai raja di kerajan Daha, ada salah satu keinginnannya untuk mempersunting anak dari Calonarang yang bernama Diah Ratna Manggali. Parasnya sangat cantik nan ayu, tuturnya alus dan kelakuannya baik sekali. Sangat berbeda dengan ibunya Calonarang, dia adalah seorang pengganut ilmu hitam pemuja setia Dewi Durga yg sangat kejam. Sangat banyak masyarakat yang menjadi korban kekejamannya, untuk memuaskan nafsu dan keganasannya dalam mempelajari ilmu hitam tersebut.Mulai dari orang tua, remaja, anak- anak, bahkan balita masih lahirpun tidak luput dijadikan tumbal olehnya.Oleh karena itu terjadilah polemik di kerajaan Daha. Banyak masyarakat yang tidak setuju dengan keputusan sang raja yang ingin mempersunting anak dari calonarang tersebut. Maka dari itu diadakanlah rapat antara petinggi- petinggi dari kerajaan, yang menghasilkan keputusan untuk membatalkan lamaran sang raja yang sudah beliau ucapkan sebelumnya kepada Calonarang. Keputusan tersebut di tuangkan kedalam surat dan salah satu patih Erlangga yang bernama Rakrean Madri sebagai pengantarnya.Kedatangan Madri membawa surat tersebut ke Dirah dimana tempat Calonarang tinggal. Dibatalkannya pernikahan tersebut membuat harga dirinya terhina sehingga dia sangat murka, sehingga calonarang berjanji akan menghancurkan kerajaan Daha. Pengampunan kepada Rakrean Madri terlontar untuknya, mengingat bahwa dia adalah seorang utusan. Namun pengampunan tersebut tidak terindahkan oleh murid calonarang yang bernama Ni Rarung, yang menghadang Rakrean Madri di tengah jalan sehingga pertarunganpun tidak terhindarkan. Dalam pertarungan tersebut Ni Rarung dengan kekuatan ilmu hitamnya berubah wujud menjadi seekor Garuda Raksasa, sehingga membuat Rakrean Madri terbunuh.

Pesta Kesenian Bali - PKB XLIV 2022, Fragmen Tari 'AGRABHAWANA' Gong Kebyar Dewasa, Sekaa Gong Asta Yowana Swara, Duta Kabupaten Bangli

Gong Kebyar Dewasa, Sekaa Gong Asta Yowana Swara, Lingkungan Kawan, Kabupaten Bangli.Dengan hanya melihat air, kita belajar tentang ketenangan, kelembutan  yang bisa menenggelamkan . Air mampu menembus gunung bukan karena kekuatannya semata melainkan dengan keteguhan dan kegigihannya. Begitu pula air dengan kelembutannya mampu  menembus gunung, sekalipun melalui celah yang teramat kecil. Begitulah ibarat perjuangan seorang putri Raja Bangli bergelar Dewa Ayu Den Bencingah dikisahkan memimpin di bumi asri nan sejuk Bangli. Beliau sangat dicintai rakyatnya karena memiliki hati yang lemah lembut mengayomi rakyatnya tanpa membedakan status sosial.Pada suatu ketika saat sedang bercengkrama dengan rakyatnya, tiba- tiba beliau mendengar kabar bahwa bala tentara pasukan Kerajaan Tamanbali dan sekutunya dibawah pimpinan perang Cokorda Mas telah sampai menyerang wilayah Bangli. Ibarat naluri seekor induk ayam saat mendapat mara bahaya maka ia akan selalu melindungi anak - anaknya dengan mengamankan mereka dibawah sayapnya. Begitu pula kala itu Dewa Ayu Den Bencingah setelah mengetahui rakyatnya dalam ancaman besar akan serangan musuh, maka sebelum jatuh korban semakin banyak beliau segera mengungsikan rakyatnya ke Bukit Kehen. Hingga pada waktu yang dirasa tepat beliau memimpin rakyatnya  berperang kembali melawan musuh mempertahankan wilayah Bangli. Demikian perjuangan sosok Srikandi Dewa Ayu Den Bencingah dengan kemampuannya menata hati dan perasaannya hingga mampu tenang memusatkan pikiran menuju AGRABHAWANA.

Pesta Kesenian Bali - PKB XLIV 2022, Tari Kreasi 'BUNGAN PUCUK BANG' Gong Kebyar Dewasa, Sekaa Gong Asta Yowana Swara, Duta Kabupaten Bangli

Pengarah: Bupati Bangli dan Wakil Bupati BangliPenanggung Jawab: Jro Bendesa Adat KawanKetua: Kelian Sekaa Gong Asta Yoana Suara, Desa Adat Kawan BangliIde dan Pemrakarsa: Sang Nyoman Sedana Artha, SEPenata Karawitan: I Ketut GarwaPenata Tari: I Dewa Nyoman Sedana Artha, S.Sn Penabuh dan Penari: Sekaa Gong Asta Yoana Suara, Desa Adat Kawan BangliGong Kebyar Dewasa, Sekaa Gong Asta Yowana Swara, Lingkungan Kawan, Kabupaten Bangli.Tari kreasi Pucuk Bang merupakan transformasi ide yang ditata khusus sebagai tari maskot Kabupaten Bangli secara etimologis, PUCUK BANG terdiri atas 3 kata yaitu:“Bunga” yang berarti kembang atau dapat pula berarti kesucian“Pucuk” berarti puncak atau depan dan “Bang” yaitu merah berarti beraniBunga Pucuk Bang berarti sifat keberanian, berjiwa besar dalam mengambil posisi di puncak atau di depan, berlandaskan kesucian. Bunga Pucuk Bang memiliki warna merah darah, daun bunga kembang dan tampak kekar, sarinya tegak lurus ditengah-tengah yang secara keseluruhan bentuknya sangat proporsional, tegar dan indah dengan daun hijau lembut yang subur. Jika diamati secara seksama, bentuk visual ketika saat mekar atau Nedeng Kembang terkesan sangat perkasa gagah dan tegar tetapi lembut dan sejuk yang menandakan kombinasi dua karakter warna “tegas dan lembut”. Untuk merealisasikan makna Pucuk Bang tersebut diatas, maka dituangkanlah ke dalam sebuah karya cipta tari kreasi, dengan pengolahan gerak tari dan alunan musik menyatu secara utuh dalam satu kesatuan, serta ditarikan 9 orang penari campuran menandakan kebesaran jagat raya sebagai sarining “Padma Buana”. 

Pesta Kesenian Bali - PKB XLIV 2022, TABUH PAT LELAMBATAN 'TELAGA TAWANG' Sekaa Gong Kebyar Semara Geger, Duta Kabupaten Karangasem

Penata Tabuh: I Kadek Suryantara Asmara Putra, S.Sn., M.Sn (Dek Shaolin)Koordinator: I Ketut Agus Angrama, S.SnPenanggungjawab: Penglingsir Pura Penataran Banjar Adat Wangsihan dan Kelian Banjar Adat WangsihanDikisahkan dari “pacentokan” (bertanding mengadu kesaktian “kawisesan”) antara Ida Betara Manik Angkeran dengan Ida Pandita Sakti Telaga, di mana keduanya memiliki kesaktian yang sangat ditakuti. Ide Panditha Sakti Telaga pun menguji Ide Betara Manik Angkeran untuk membuktikan kesaktiannya yang katanya bisa membakar rumput yang terkena “Warih” (air kencing). Tantangan Ida Pandhita Sakti Telaga menyulut emosi Ida Betara Manik Angkeran sehinga disepakatilah oleh Ida Betara Manik Angkeran turun dari Pura Besakih untuk membuktikan kesaktiannya dengan memgambil lokasi di Desa Telaga Tawang, tepatnya di pura Taman sekarang.Ida Betara Manik Angkeran pun datang dan dimintalah dirinya untuk membuktikan kesaktianya dengan mempersilahkan untuk “mewarih” atau kencing diatas rumput “Apabila benar setelah kencing rumput tersebut terbakar maka Ida Pandhita Sakti akan hormat terhadap beliau karena sesungguhnya Ide Pandhita Sakti Telaga juga memiliki kesaktian seperti itu,” Maka mulailah Ida Betara Manik Angkeran “mewarih” di atas rerumputan.Namun, ternyata rumput yang dikencingi tersebut tidak terbukti terbakar atau hangus, sehingga Ida Pandhita Sakti Telaga mengejek “campah” Ida Betara Manik Angkeran ini kemudian menjadi cikal bakal dari nama Banjar Banyu Campah. Banyu artinya air yang sejatinya adalah air kencingnya Ida Betara Manik Angkeran, sedangkan campah berarti ketidakpercayaan Ida Pandhita Sakti Telaga karena kencingya Ida Betara Manik Angkeran tidak bisa menghanguskan rumput. Atas kekalahan tersebut Ida Betara Manik Angkeran akhirnya menggunakan kesaktiannya dengan menciptakan dua buah sumber mata air yang keruh dan bening. Mata air ini kemudian lebih dikenal dengan nama “Dua Bulakan Air”.Kedua “Bulakan” atau mata air tersebut memiliki fungsi yang berbeda. Bulakan air keruh untuk melukat atau pelukatan pembersihan, sedangkan bulakan air jernih atau bening adalah untuk tirta saat dilaksanakan upacara dan lain-lain. Fenomena di atas merupakan sebuah sumber inspirasi bagi penata. Hal tersebut diimplementasikan serta ditransformasi ke dalam wujud karya tabuh instrumentalia. Dengan bahasa musikal beraliran garap tabuh pat lelambatan yang berjudul “TELAGA TAWANG”.